Translate

Kamis, 10 Januari 2013

Fungsi Seni dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas diartikan sebagai suatu kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya transformasi dan kegiatan sehingga mengakibatkan seseorang mengalami suatu kondisi tertentu yang lebih maju. Dalam sebuah pertunjukan seni, orang sering mendapatkan pendidikan secara tidak langsung karena di dalam setiap karya seni pasti ada pesan atau makna yang disampaikan. Disadari atau tidak, rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan oleh seni merupakan alat pendidikan bagi seseorang. Seni bermanfaat untuk membimbing dan mendidik mental dan tingkah laku seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik dan maju dari sebelumnya. Disinilah seni harus disadari menumbuhkan nilai estetika dan etika kepada peserta didik. Jika pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan orang dewasa dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaannya, maka tentunya pula seni dapat digunakan sebagai cara dan sekaligus media untuk mendidik anak. Jadi makna pendidikan dengan menggunakan seni sebagai cara dan sekaligus sebagai sarananya. Sasaran pendidikan seni di sekolah-sekolah umum, dari tingkat pendidikan dasar sampai menengah, berbeda dengan sasaran pendidikan seni di sekolah kejuruan, dan kursus. Di sekolah kejuruan berlaku pengajaran seni yang lebih mengutamakan pemberian bekal kepada para siswa agar berhasil sebagai lulusan yang memiliki kemampuan/keterampilan bidang seni tertentu. Sedangkan di sekolah umum, pendidikan seni yang diberlakukan kepada semua siswa, (berbakat maupun tidak) lebih ditekankan kepada pemberian berbagai pengalaman kesenian sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan. Seni berfungsi sebagai media pendidikan. Akan tetapi, istilah "seni sebagai media pendidikan" tidak berarti bahwa kegiatan seninya tidak penting (karena dianggap hanya sekedar media). Keterlibatan siswa dengan seni tetaplah harus menjadi prioritas dalam rangka membentuk kemampuan seni atau meningkatkan kemampuan seni yang sudah ada pada diri siswa. Upaya peningkatan kualitas belajar menjadi fokus kegiatan; dan ini berlaku umum dalam program belajar apa pun. Sebagai pembanding, tujuan utama orang belajar naik sepeda adalah supaya ia bisa naik sepeda; belajar silat supaya bisa silat, belajar Tembang Cianjuran supaya bisa melantunkan lagu-lagu Cianjuran yang memiliki karakteristik tertentu. Kemampuan khusus yang diperoleh itu tadi merupakan tujuan langsung dari belajar yang disebut sebagai "dampak utama" (main effect) atau "dampak pembelajaran"(instructional effect) yang ingin dicapai . Bahwa akibat dari belajarnya itu ia menjadi tekun, sabar atau sehat, itu adalah dampak penyerta/pengiring (nurturant effect) yang tentu saja tidak kurang manfaatnya bagi kepentingan pribadi warga belajar. Dalam pembelajaran di sekolah, khususnya pembelajaran seni, dampak instruksional maupun dampak pengiring perlu dirancang sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Pendidikan seni melalui pembelajaran di sekolah, berikut dampak utama dan dampak penyerta yang ingin dihasilkan, sebagai berikut: Konsekuensi logis dari pemikiran di atas adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan seni harus berkualitas. Pendidikan seni bukan sekedar kegiatan rutin, sekedar untuk mengisi jam pelajaran yang tersedia. Siswa harus merasa bahwa dari kegiatan-kegiatan seni di sekolah, ada hasil nyata yang dia perloleh, ada peningakatan atau kemajuan yang ia capai: dari tidak tahu menjadi tahu, dari kurang senang menjadi senang, dari tidak terampil menjadi lebih terampil, dari kurang bisa menata menjadi lebih bisa menata, dari kurang bisa membedakan menjadi lebih bisa membedakan (berbagai hal yang menyangkut kesenirupaan). Secara kodrati, kita semua, khususnya siswa, tentu tidak menyukai kegiatan remeh-temeh, kegiatan yang tidak berkualitas, yang hanya membuang-buang waktu. Tentunya dalam dunia pendidikan terutama untuk Sekolah dasar, seni mempunyai peran yang penting untuk menunjang perkembangannya. Banyak hal yang dapat diperoleh oleh siswa dengan belajar seni, yaitu sebagai berikut : 1. Memberikan fasilitas yang sebesar-besarnya kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya (ekspresi bebas). 2. Melatih imajinasi anak, ini merupakan konsekuensi logis dalam kegiatan ekspresi supaya dalam berekpresi seorang anak mempunyai bayangan terlebih dahulu yaitu dengan latihan imajinasi yang dapat berangkat dari pengamatan maupun hasil rekapitulasi kejadian yang telah direkam oleh otak. 3. Memberikan pengalaman estetik dan mampu memberi umpan balik penilaian (kritik dan saran) terhadap suatu karya seni sesuai dengan mediumnya. 4. Pembinaan sensitivitas serta rasa pada umumnya, hasil yang diharapkan adalah terbinanya visi artistik dan fiksi imajinatif. 5. Mampu memberikan pembinaan ketermpilan yaitu dengan membina kemampuan praktek berkarya seni kerajinan. Hal ini berguna untuk mempersiapkan kemampuan terampil dan praktis sebagai bekal hidup di kemudian hari. 6. Mengembangkan kemampuan intelektual, imajinatif, ekspresi, kepekaan kreatif, keterampilan, dan mengapresiasi terhadap hasil karya seni dan keterampilan dari berbagai wilayah Nusantara dan mancanegara. 7. Siswa memiliki pengetahuan, pengalaman dan kemauan keras berkarya dan berolah seni, serta kepekaan artistik sebagai dasar berekspresi pada budaya bangsa. Tujuan tersebut pada dasarnya adalah menyiapkan anak untuk berpengetahuan, bercakapan dan berkemampuan dalam tingkat dasar agar kelak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 8. Menumbuhkembangkan sikap profesional, kooperatif, toleransi, dan kepemimpinan. 9. Seni sebagai alat pendidikan. Dalam pendidikan seni bukan semata-mat bertujuan untuk mendidik anak menkjadi seniman melainkan membina anak-anak untuk menjadi kreatif. Seni merupakan aktifitas permainan, dan melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreatifitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Selain itu, seni juga mempunyai peran penting terutama dalam konstelasi kurikulum pendidikan, antara lain yaitu : 1. Seni sebagai bahasa visual Anak usia SD dalam kehidupannya sangat dekat dengan berkarya seni dan hanpir bisa dikatakn bahwa perilaku anak dekat dengan kegiatan kesenian atau dapat dikatakan “tiada hari tanpa seni”. Kegiatan berseni merupakan kebutuhan anak dalam mengutarakan pendapat, berkhayal atau berimajinasi, bermain, belajar memahami bentuk yang ada di sekitar anak, dan merasakan perasaan (gembira, sedih, dll) Dalam konteks seni berperan mengemukakan pendapat tmpak ketika anak menyanyi atau menari ataupun menggarka bertema maupun tanpa tema. Karya seni mereka berikan tema sesuai dengan keinginan pada saat itu, sebagai contoh ketika anak membayangkan nikmatnya berada dalam ban-ban ibu, dan ibu menimangnya sambil menyanyikan lagu akan kembali muncul dalam bentuk gambar seorang perempuan dan kain. Ungkapan itu juga dapat berupa celotehan suara menyanyi dan menirukan orang sedang menimang boneka. Namun dapat pula berupa gambar bentuk yang di mulai dari menggambar pesawat terbang yang indah dengan bentuknya yang khas anak kemudian selang beberapa menit gambar tersebut dicoret sampai menutup permukaan. Disinilah ungkapan kesal pesawat musuh menembak pesawat idealnya. 2. Seni membantu pertumbuhan mental Ternyata contoh di atas merupakan perkembangan simbol rupa yang terjadi pada saat anak ingin menyatakan bentuk yang difikirkan, dirasa, atau dibayangkan. Bentuk-bentuk tersebut hadir bersamaan dengan perkembangan usia mental anak. Pada suatu ketikapertumbuhan badan seorang anak lebih cepat daripada perkembangan pikirannya. Ketidak sejajaran perkembangan anak tersebut menyebabkan puls perkembangan gambar anak dengan gambar lain yang normal, oleh karena itu terjadi variasi gambar anak. Hal ini seiring dengan perkembangan nalar pada diri anak. Bagi anak yang mempunyai perkembangan berbeda, dimana fungsi nalar sudah berkembang lebih cepat dari pada ekspresinya maka peristiwa tersebut berpengaruh juga dalam gambar. Beberapa figur akan diungkapkan berbeda dengan anak yang lainnya, anak di suatu tempat tidak akan sama dengan yang lain. Namun, pada dasarnya pada usia SD yang lain. Perkembangan emosi nya ditandai oleh perkembangan keseniannya. Kondisi ini akan berubah jika perkembangan penalaran anak juga berubah. Sekitar tujuh sampai dengan delapan tahun (antara kelas I dan II) merupakan usia perkembangan penalaran anak, maka pikiran dan perasaan anak pun mulai berkembang memisah. Hasilnya terdapat anak yang penalarannya dan perasaannya kuat. Biasanya tipe anak yang kuat penalarannya cenderung menggambar dengan nuansa garis lebih dominan. Maka figur atau obyek lukisan ditampilkan lebih realistik. Sedangkan anak bertipe perasaan (emosional) ditunjukkan dalam gambar berupa blok-blok warna kuat dimana terdapat satu figur yang diberi warna lebih menyolok dari pada yang lain. Dalam pandangan psikologi humanistik perkembangan anak tidak saja dipengaruhi oleh faktor lingkungan (teori behavioral) seperti teman-teman disekelilingnya, guru kelas, atau pun orang tua saja, melainkan juga berasal dari faktor insting sebagai internal faktor (teori psikoanalisis). Biasanya kedua faktor tersebut berjalan saling mempengaruhi sacara seimbang. Misalnya fisik, intelektual, emosional, dan interpersonal, serta interaksi antara semua faktor yang mempengaruhi belajar dan motivasi belajar. Psikoanalisis sendiri menyatakan bahwa dalam jiwa manusia berkembang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Barangkali perkembangan ketiga ranah kejiwaan pun juga mempengaruhi perkembangan mental dan selanjutnya berpengaruh terhadap cara cipta seni rupa. Psikologi humanistik sendiri merupakan cabang psikologi yang memfokuskan pandangannya tentang teori persepsi, respon terhadap kebutuhan internal individu dan dorongan aktualisasi diri atau menjadi apapun yang diinginkan (Maslow, dalam Eggen & Kauchak, 1997) Selanjutnya perkembangan intelektual, emosional, maupun persepsi dapat dikategorikan sebagai perkembangan mental. Dalam skema pertumbuhan anak, teruarai bahwa bisa terjadi urutan perkembangan usia yang tidak seimbang. Usia kronologis (yaitu usia berdasarkan urutan yang dihitung sejak lahir) anak berusia 6 tahun berkembang terus sesuai dengan tahun. Usia kronologis ini kebetulan mempunyai perkembangan sejajar dan seiring dengan usia mental. Namun pada usia pertumbuhan, badan anak kurang normal dibanding dengan kedua usia di atas. Mungkin kerdil, atau bahkan lebih cepat matang kedewasaannya. Perkembangan anak ini sedikit banyak mempengaruhi pola berkarya seni. Ketika usia pertumbuhan badan normal belum tentu akan diikuti oleh perkembangan usia mental. Mungkin hambatan psikologis keluarga dengan berbagai aturan pergaulan dalm keluarga terlampau ketat maka perkembangan mental akan berbeda dengan anak yang hidup dalam keluarga sesuai dengan adat dan pergaulan dengan masyarakat lain. Jika selanjutnya dikaitkan dengan kebutuhan penciptaaan karya seni, maka respon seseorang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Secara harfiah, anak ingin memvisualisasikan dirinya dalam konteks tanggapan terhadap lingkungan atau objek. 3. Seni membantu belajar bidang lain Dalam mendidik dan membimbing seorang anak diperlukan pengembangan kecerdasan yang berupa linguistik (bahasa), matematika, visual (spasial), kinestetik (perasaan), musikal, interpersonal maupun intuisi. Kecerdasan ini akan dimuculkan oleh setiap mata pelajaran, namun demikian mempunyai karakteristik tugas misalnya linguistik mengembangkan keberanian tampil mengemukakan pendapat. Jiuka seorang anak tidak berani tampil maka pengetahuannya pun relatif tidak berkembang, maka kesemuanya harus dilatihkan agar berjalan beriringan SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar